I. Identitas Buku
Judul Buku : Sejuta Nikmat Zakat
Penulis : Yuli PujiHardi
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : 198 halaman
Halaman yang telah di baca : 198
II. Tujuan Pengarang
Perjalanan
waktu di dompet dhuafa membuat saya harusv sering berjumpa dengan berbagai
kalangan dan itu membuat catatan tersendiri dalam hidup saya. Mengisahkan
berbagai macam cerita tentang amil zakat.
III. Pokok-pokok / rangkuman isi buku
“Sejuta Nikmat Zakat (Catatan Seorang Amil Zakat)” adalah judul buku karya Yuli Pujihardi. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman sang penulis yang bekerja di sebuah
lembaga amil zakat ternama di Jakarta. Menarik
dan menggugah. Buku yang terbit pada Juli 2013 itu menarik karena kisah-kisahnya faktual.
Menggugah karena kisah-kisahnya menyentuh perasaan. Bahwa, di sebuah hari, kantor amil zakat si
penulis heboh. Ada seseorang yang mentransfer zakatnya Rp
50,-. Lima puluh rupiah? Ditranfer? Besar manakah zakat yang disetorkan dengan
biaya transfernya?
Kehebohan semakin menebal ketika sampai kepada
pertanyaan: Perlukah memasukkan zakat ‘aneh’ itu dalam daftar para pembayar
zakat yang rutin dilaporkan tiap Jum’at di salah sebuah surat kabar nasional?
Terjadi perdebatan di internal lembaga amil zakat itu. Misal, “Akan tampak sangat
aneh di laporan itu jika angka Rp 50,- nanti bersanding dengan deretan 8 angka
atau 7 angka dari muzakki atau donatur lainnya”. Tetapi, rapat memutuskan untuk
tetap memuat zakat Rp. 50,-. Alsannya? Semata-mata sebagai bentuk
profesionalisme dan pertanggungjawaban kami kepada donatur
Sepekan setelah laporan zakat Rp.50,- terbit di koran,
datanglah seseorang ke kantor amil zakat tersebut. Jika melihat performanya,
dia tampak sebagai orang yang berpunya. Dia lalu menunjukkan bukti setor zakat
Rp.50,- dan itu membuka rahasia tentang siapa yang telah mengirim zakat aneh
itu. Saya semakin yakin bahwa lembaga ini sangat amanah dan professional karena
berapapun uang zakat yang diterima, dicatat dengan baik dan benar,” kata sang
tamu. Maaf, lanjut si tamu, “Sebenarnya saya hanya ingin menguji, apakah Anda
mencatat penerimaan dari saya atau tidak. Ternyata Anda tetap mencantumkan nama
saya dalam daftar penerimaan itu”.
Si tamu makin yakin bahwa pilihan dia membayar zakat
melalui lembaga amil tersebut tidaklah salah. Dia
lalu
mengeluarkan selembar cek dan menuliskan angka zakatnya, Rp 48 juta. Bacalah juga “Dua Kali Membayar Zakat dalam Sehari”. Banyak
yang tahu, malam 1 Syawal
atau di negeri ini popular disebut sebagai
Malam
Takbiranadalah hari kerja yang paling panjang bagi para amil zakat dalam
setahun. Ini terjadi karena banyak muzakki memilih menyerahkan kewajiban
zakatnya kepada amil zakat di malam itu. Di
sebuah malam 1 Syawal dan jam sudah menunjuk pukul 23.00, lewat telepon seorang
muzakki meminta si penulis untuk mengambil zakatnya. Kata si muzakki, zakat
silakan diambil di rumahnya pukul 01.00 sebab pukul 02.00 dia sekeluarga akan
mudik.
Si penulis lalu meminta temannya
untuk mengambil zakat yang dimaksud. Si teman yang dimintai tolong heran, sebab
pada paginya pukul 10.00 orang yang sama telah menyerahkan zakat Rp 40 juta
lewat lembaga mereka. Masa sehari berzakat dua kali, pikir si teman bernada
tanya.Singkat kata, si teman sampai di rumah si muzakki pukul 00.45. Menjawab
rasa heran si amil zakat, akhirnya si muzakki menjelaskan, Tadi pagi,
saya menelepon 3 lembaga zakat agar mengambil zakat di rumah saya. Saya tunggu
sampai pukul 22.00 malam ini, hanya satu lembaga yang datang dan tepat waktu.
Setelah dikonfirmasi ulang oleh si
muzakki dan dua lembaga itu bilang ‘sebentar lagi’, tapi ternyata sampai pukul
23.00 tetap tak datang juga. Maka, “Ini uang yang seharusnya saya serahkan ke
lembaga amil zakat yang tak jadi datang. Jumlahnya Rp 78 juta,” kata si
muzakki. Dua kisah di atas menunjukkan kinerja amil zakat yang amanah sehingga dipercaya muzakki. Kecuali soal
amanah, buku ini –secara tak langsung-juga mengajak para amil zakat untuk
professional.Di sebuah hari libur, si penulis
kebagian piket di kantor. Memang, banyak
lembaga amil zakat yang tetap membuka kantornya di hari libur. Hal itu untuk
melayani para tamu yang ingin memanfaatkan hari libur untuk menyerahkan
zakatnya secara langsung.
Di saat si penulis bersiap-siap shalat dhuhur dan
beristirahat siang, datang dengan
bergandengan tangan sepasang suami-istriyang telah renta. Dia menyambutnya
dengan setengah hati karena mengira dengan melihat penampilanmereka si tamu adalah mustahik yang sedang memerlukan
‘jatah’-nya.Ternyata si penulis salah. Sepasang suami-istri berusia 70-an tahun
itu lalu mengeluarkan celengan gerabah berbentuk ayam jago. Ada dua hal menarik atas celengen itu. Pertama, benda
itu dibungkus kain sangat rapat seperti lazimnya orang yang sedang melindungi
barang berharganya. Kedua, di dekat lubang tempat memasukkan uang ada
tulisan: “Jalan Menuju Surga”.
Si
penulis menanyakan maksud tulisan “Jalan Menuju Surga” tersebut. Si kakek
(sebut saja begitu) lalu menjelaskan, bahwa “Tabungan ini memang saya siapkan
agar bisa menjadi jalan kami menuju surga. Walau tak seberapa, semoga zakat
saya bisa membuat orang yang sakit jadi sembuh, yang belum punya usaha bisa
berusaha kecil-kecilan”Setelah celengan dipecah dan uangnya
memenuhi meja di depan mereka, berkatalah si nenek (sebut saja demikian), “Kami minta tolong bantu hitungkan
tabungan kami ini.” Ternyata,
zakat mereka
Rp. 4.760.000,-. Atas kenyataan itu si penulis malu karena,pertama, telah berprasangka negatif. Kedua,
bahwa dia yang sebelum bekerja di lembaga amil zakat telah bekerja di salah
sebuah bank ternama sejauh ini belum pernah berzakat sebesar itu. Ketiga, bahwa
penghasilan dia sebagai amil diambilkan dari zakat para muzakki termasuk dari
sepasang kakek-nenek itu.
Kisah
kakek-nenek di atas mengirim pesan agar para amil zakat selalu bersikap
professional. Terkait ini, maka selalu berpikir positif dan sebaliknya tak
mudah berprasangka negatif adalah sebagian dari contoh sikap professional.